Oleh : Prof. Dr. H. Maksum Radji, M. Biomed, Apt.
(Pembina Yayasan Babussalam Socah)
Seorang muslim merupakan
cerminan tentang agama yang dianutnya, artinya bahwa agama Islam akan menjadi
baik, memiliki citra yang baik dimata seluruh kaum muslimin, apalagi di mata
orang-orang beragama non-muslim, bilamana akhlaq pemeluk agama Islam sangat
baik.
Namun kadang dalam kehidupan internal ummat
Islam terjadi perselisihan antar sesama dan bahkan berakibat kepada perpecahan.
Saling tuduh, saling fitnah, bahkan saling memerangi. Hal tersebut seringkali
disebabkan masing-masing pihak kurang dapat mengendalikan diri, dan kurang
mampu menyaring informasi yang mereka dapat dari pihak lain,terutama di era
informasi digital akhir zaman ini.
Allah SWT berfirman dalam
al Quran surat al Hujurat ayat 6 :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ
فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا
عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
menyesal atas perbuatanmu itu.”
Perintah "tabayyun" atau mendalami
masalah, merupakan peringatan, jangan sampai umat Islam melakukan tindakan yang
menimbulkan dosa dan penyesalan akibat keputusannya yang tidak adil atau
merugikan pihak lain.
Di dalam al Qur’an, perintah tabayyun juga
terdapat pada QS. al Hujurat :6.
Dalam ayat tersebut tersirat suatu perintah
Allah, bahwa setiap mukmin, yang sedang berjihad fi sabilillah hendaknya
bersikap hati-hati dan teliti terhadap orang lain. Jangan tergesa-gesa menuduh
orang lain, apalagi tuduhan itu diikuti dengan tindakan yang bersifat merusak
atau kekerasan.
Pengertian tabayyun.
Tabayyun adalah melakukan kegiatan yang
berupaya mendalami dan memecahkan suatu persoalan dengan menggunakan metode
ilmu pengetahuan.
Ciri metode ilmiah yang lazim dilakukan adalah:
- Rasional; berpijak pada cara berpikir
rasional.
- Obyektif; apapun yang ditelaah atau kaji
harus sesuai dengan objeknya.
- Empiris; obyek yang dikaji merupakan
realitas atau kenyataan yang dialami manusia.
- Kebenaran atau simpulannya bisa diuji.
Bahwa kebenaran teori-teori atau hukum yang diperoleh melalui proses analisa,
harus sanggup diuji oleh siapa saja.
- Sistematis, semua unsur dalam proses
kajian harus menjadi kebulatan yang konsisten.
- Bebas; dalam penganalisaan fakta-fakta,
seseorang harus dalam keadaan bebas dari segala tekanan dan tidak
dipengaruhi oleh kepentingan pihak tertentu.
- Berasas manfaaf; kesimpulannya harus
bersifat umum dan bisa dimanfaatkan oleh siapa saja yang berkepentingan
dalam dakwah.
- Relatif; apa yang ditemukan atau yang
disimpulkan tidak dimutlakkan kebenarannya, dalam arti memungkinkan untuk
diuji oleh temuan berikutnya atau temuan orang lain.
Melakukan tabayyun dalam arti penelitian
tersebut sudah lama melekat dalam tradisi keilmuan Islam. Sejarah kebudayaan
Islam, yang diwarnai oleh temuan para sarjana-sarjana muslim macam Al Faraby,
Al Khawarizmi, Ibn Khaldun, Imam Gazali, dan banyak lagi para ilmuwan abad
pertengahan, telah mengembangkan model-model riset seperti itu.
Ibnu Khaldun membagi model-model riset menurut
Islam, seperti berikut:
- Riset Bayani; yakni penelitian yang
ditujukan untuk mengenali gejala alam dengan segala gerak-gerik dan prosesnya.
Misalnya, mengenai kenapa kupu-kupu berwarna-warni; kenapa ikan terdiri
bergaman jenis dan bagaimana cara hidup dan pola makananya.
- Riset Istiqra’i: Yaitu penelitian yang
ditujukan untuk mencari kejelasan pola-pola kebudayaan dan kehidupan sosial
manusia. Ini yang kemudian berkembang menjadi riset ilmu sosial.
- Riset Jadali: yakni riset yang
dimaksudkan untuk mencari hakekat atau kebenaran yang didasarkan oleh cara
berpikir rasional. Di sana biasa digunakan ilmu mantiq dan filsafat.
- Riset Burhani: yakni riset eksperimental.
Misalnya, atas temuan dan pengembangan obat dan terapi tertentu,
memerlukan tes di laboratorium meliputi uji biomedik dan uji klinik.
Contoh lain adalah melakukan uji coba terhadap metode baru dalam pembelajaran terhadap
siswa-siswa sekolah.
- Riset Irfani: riset yang secara spesifik
menjelajah hakekat ajaran Islam. Pada gilirannya menghasilkan ilmu
tasawuf.
Tabayyun dalam Nash-nash Syar`i
- Tabayyun dalam Alquran.
Kata tabayyun dan derivasinya disebutkan
sebanyak kurang lebih 17 kali yang berkisar pada makna menjadi jelas dan
carilah kejelasan. Hanya saja, bentuk kata yang disebutkan adalah berupa kata
kerja (fi`il) bukan kata benda atau sifat.
Contoh penyebutan kata tabayyun dalam Alquran
adalah firman Allah,
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ
يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ
أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا
حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Sebahagian
besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada
kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka
sendiri, setelah nyata (tabayyana) bagi mereka kebenaran.” (Al-Baqarah: 109).
Dan firman-Nya,
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ
أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ
وَرَاءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
“Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji
dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu
menerangkan (latubayyinunnahu) isi kitab itu kepada manusia.” (Âli Imrân: 187).
- Tabayun dalam Sunnah.
Tabayyun dalam Sunnah memiliki makna yang sama
seperti dalam Alquran. Misalnya sabda Rasulullah SAW.,
“Jika seorang budak perempuan berzina dan
terbukti (menjadi jelas) perbuatannya itu, maka cambuklah dia.” (HR. Bukhari).
Pengtingnya sifat Tabayyun.
Tabayyun merupakan salah satu sikap yang
sangat penting untuk selalu dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak
pertikaian dan perselisihan baik dalam skala terkecil, seperti antar dua orang
individu, hingga skala terbesar, seperti peperangan global, disebabkan oleh
tuduhan-tuduhan tidak benar atau pemahaman keliru dalam membaca sikap pihak
lain.
Di dalam Alquran, perintah melakukan tabayyun
secara eksplisit dinyatakan oleh Allah di dua tempat dalam Alquran, yaitu dalam
surah an-Nisâ’ ayat 94 dan surah al-Hujurât ayat 6.
- Perintah tabayyun dalam surah an-Nisâ
ayat 94. Allah berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah,
maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan
"salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mukmin" (lalu
kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia,
karena di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu
dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu, maka telitilah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat ini merupakan perintah kepada kaum
muslimin yang melakukan jihad di jalan Allah agar tidak tergesa-gesa dalam
menyerang lawannya hingga benar-benar telah jelas dan terbukti bahwa mereka
adalah orang kafir dan layak untuk diperangi. Bahkan, Allah melarang membunuh
seseorang yang mengaku beriman hanya karena kaum muslimin meragukan
pengakuannya tersebut.
- Perintah tabayun dalam surah al-Hujurât
ayat 6. Allah berfirman, “Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar
seseorang tidak bersegera membenarkan berita yang dibawa oleh seorang fasik
hingga ia benar-benar meneliti dan mengecek kebenarannya.
Bagi seorang aktifis dakwah sifat tabayyun
mutlak diperlukan agar semua tindakannya tidak terjebak pada penilaian dan
pemahaman yang keliru. Hal itu tidak
lain karena seluruh ucapan dan tindakannya akan menjadi contoh pada masyarakat,
sehingga jika penilaiannya yang keliru itu tersebar maka ia akan menanggung
beban dosa akibat perbuatannya tersebut.
Keutamaan dan Hikmah Tabayyun.
Tabayyun memiliki beberapa keutamaan
diantaranya adalah:
- Petanda kematangan akal dan cara berfikir
seseorang.
- Menjaga kehormatan dan ketentraman
masyarakat dari keputusan yang tergesa-gesa dan tanpa didasarkan pada
studi dan penelitian.
- Menumbuhkan rasa percaya diri.
- Menjauhkan keraguan dan mampu
menganalisis dengan bijak informasi yang benar dan bermanfaat.
Adapun
hikmah tabayyun adalah:
- memperluas wawasan. Karena salah satu
aspek dalam tabayyun adalah melakukan telaah dengan membandingkan suatu
data dengan data yang lain, dan mengkaitkan dengan sekian banyak
referensi. Sebelum akhirnya menarik kesimpulan.
- Mengusung pendalaman pengetahuan.
Mengetahui secara mendalam atas sesuatu masalah akan menumbuhkan kearifan
tersendiri dalam bertindak.
- Pengujian atas kebenaran informasi.
Terlebih lagi, informasi yang hanya berdasar isu, sudah seharusnya
dikonfirmasi, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman; Adakalanya juga suatu
informasi sudah diyakini kebenarannya, namun tidak tersedia data yang
lengkap dan akurat untuk membuktikan kebenaran itu. Maka melalui tabayyun,
akan memperkuat keyakinan akan kebenaran informasi tersebut.
Tabayyun yang berhasil adalah apabila
mampu mengungkapkan fakta yang bisa dijamin akurasinya, dan analisis yang
jernih.
Kejernihan berpikir dalam menghadapi suatu
fakta akan membangun kearifan dalam bertindak. Termasuk kearifan dalam
berdakwah. Kebenaran-kebenaran informasi yang dihasilkan melalui proses yang
obyektif, diharapkan juga akan membangun sikap toleran terhadap orang lain,
yang sama-sama menjunjung tinggi obyektivitas.
Dalam kaitan dengan aktivitas dakwah
juga, tabayyun membantu ketepatan dalam memilih sasaran dakwah.
Pengetahuan yang benar yang diperoleh dari hasil penelitian, terutama
menyangkut masyarakat yang akan dijadikan sasaran dakwah, akan sangat membantu
ketepatan dalam memilih metode berdakwah.
Tabayyun dalam Menerima Informasi.
Perlu dimaklumi bahwa berita yang kita dengar
dan kita baca mungkin tidak semuanya benar. Terlebih lagi kita hidup pada zaman
yang banyak terjadi fitnah, hasud, ambisi kedudukan, bohong atas nama ulama,
baik itu dilakukan melalui internet, koran, majalah maupun media masa lainnya.
Berita berita tersebut perlu disikapi dengan baik, terutama yang kemungkinannya
dapat merusak aqidah ajaran Islam dan pemeluknya.
Sikap yang benar yang harus dilakukan agar
kita tidak terpancing oleh berita fitnah ialah sebagaimana ajaran Islam
membimbing kita, di antaranya:
- Tidak semua berita harus kita dengar dan
kita baca, khususnya berita yang membahas aib dan membahayakan pikiran.
- Tidak terburu-buru dalam menanggapi
berita, akan tetapi diperlukan tabayyun dan pelan-pelan dalam
menelusurinya.
Rosululloh sallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Pelan-pelan
itu dari Alloh, sedangkan terburu-buru itu dari setan.” (Musnad Abu Ya’la: 7/247, dishohihkan oleh
al-Albani: 4/404).
Seorang mu'min hendaknya kita pelan-pelan dalam menanggapi suatu
perkataan, tidak terburu-buru, tidak tergesa-gesa, dan hendaknya tabayyun.
Sebagaimana firman Alloh ‘Azza wa Jalla dalam QS. al-Hujurot [49]: 6 dan QS.
an-Nisa [4]: 94.”
- Waspada terhadap pertanyaan yang
memancing, karena tidak semua penanya bermaksud baik kepada yang ditanya,
terutama ketika menghukumi seseorang. Oleh karena itu perlu berhati-hari
dalam menjawab pertanyaan. Bahkan menjawab ‘saya tidak tahu’ adalah
separuh dari pada ilmu.
- Hendaknya waspada menanggapi berita
pelecehan terhadap ulama Sunnah terutama pada zaman sekarang, di mana hawa
nafsu dan fanatik golongan menutupi kebenaran.
- Hendaknya waspada mendengar berita yang
disebarkan oleh pihak yang berprasangka buruk. Alloh ‘Azza wa Jalla
menyuruh kita agar berbaik sangka dan menjauhi buruk sangka. (Baca QS.
al-Hujurot [49]: 12).
Rosululloh sallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ
الْحَدِيثِ
“Jauhilah
dirimu dari persangkaan, maka sesungguhnya persangkaan itu sedusta-dustanya
perkataan.” (HR. al-Bukhori:
5144).
- Jauhilah berita yang bersumber dari
peng-ghibah dan pemfitnah.
Ada orang yang datang kepada Amirul mukminin,
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, dia menjelaskan kejelekan orang lain, lalu
Umar rahimahullah berkata: “Jika kamu mau, kami akan periksa dahulu berita
darimu ini, jika kamu pendusta maka kamu di dalam QS. al-Hujurot: 6, dan jika
kamu benar maka kamu termasuk firman Allah ‘Azza wa Jalla:
“Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” (QS.
al-Qolam [68]: 11)
Jika kamu mau, aku maafkan kesalahanmu.” Lalu
orang itu berkata: “Saya memilih dimaafkan wahai Amirul Mukminin dan saya tidak
akan mengulangi perkataan ini lagi.”
- Waspadalah dari berita orang yang
mengumbar lisannya tanpa ilmu dan tidak takut dosa. Orang Islam hendaknya
tidak membicarakan sesuatu yang dia tidak tahu perkaranya, karena Allah
‘Azza wa Jalla mengancam orang yang berbuat dan berbicara tanpa ilmu.
(QS. al-Isro’[17]: 36 dan QS. al-A’rof [7]:
33).
Lantas bagaimana jika sumber berita itu datang
dari media yang cenderung memusuhi Islam dan ingin menyebar benih permusuhan
dan perpecahan di tengah umat, tentu kita harus
lebih meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian.
Selain sikap waspada dan tidak mudah percaya
begitu saja terhadap sebuah informasi yang datang dari seorang fasik, Allah
juga mengingatkan agar tidak menyebarkan berita yang tidak jelas sumbernya
tersebut sebelum jelas kedudukannya.
Allah swt berfirman,
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ
رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya
melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”. (QS: Qaaf: 18).
Oleh sebab itu, sikap yang terbaik dari
seorang mukmin dalam menerima informasi adalah tetap berbaik sangka terhadap
sesama mukmin, dan senantiasa berwaspada terhadap orang-orang yang fasik,
apalagi terhadap musuh Allah yang jelas memang menginginkan perpecahan dan
perselisihan di tubuh umat Islam.
وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا
يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ
“Dan
mengapa kamu tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu: “Sekali-kali
tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini. Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami),
ini adalah dusta yang besar.” (QS: An-Nur:
16).
Subhaanallaah!
Betapa indahnya jika kita dapat mengambil
fadilah dari Tabayyun.
Semoga kita terhindar dari penyesalan dan
kerugian.
Wallahu A'lam Bisshawab.
Semoga bermanfaat
0 comments:
Post a Comment